SuaraKaltim.id - Dinas Kesehatan (Diskes) Samarinda menyebut, Tuberkulosis (TBC) di Kota Tepian pada 2023 mencapai 4.119 kasus. Berbagai macam stakeholder melakukan kolaborasi dalam menurunkan tingginya kasus TBC tersebut.
Untuk diketahui, Lembaga Advokasi dan Rehabilitas Sosial (LARAS) menjadi fasilitator dalam rangka Konferensi Pers bersama Sinergi Sehat Indonesia (SSR), DPRD, Dinas Kesehatan hingga Faskes Swasta dalam penanggulangan Tuberkulosis di Samarinda.
Pengelola Program TB Dinas Kesehatan Samarinda, Baharudin menyampaikan urgensi kasus Tuberkulosis yang masih sangat tinggi di Indonesia.
"Saat ini Indonesia menempati posisi kedua kasus TBC terbanyak di dunia setelah India dengan kasus sebanyak 724.309 (estimasi 969.000 kasus) dan kematian sebanyak 144.000," jelasnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Minggu (17/12/2023).
Baca Juga:Alasan Pemprov dan DPRD Kaltim Tak Sepakat Larang Iklan Rokok di Balikpapan
Ia mengatakan, Indonesia berkomitmen dalam pencapaian eliminasi Tuberkulosis di tahun 2030, dan mengakhiri epidemi di tahun 2050.
Baharudin menambahkan, hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 67/2021 tentang penanggulangan Tuberkulosis.
"Ini menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, serta Pemangku Kepentingan lainnya dalam melaksanakan penanggulangan Tuberkulosis," bebernya.
Tercatat, sepanjang tahun 2022-2023 Dinas Kesehatan telah melakukan MoU dengan 65 klinik dan 14 rumah sakit terkait penanggulangan penyakit tersebut. Kemudian pada 2024, akan diperluas MoU-nya bersama Dokter Praktik Mandiri (DPM).
Langkah Diskes dalam Eliminasi Kasus TBC
Baca Juga:Penjaga Pulau Bilang-bilangan Jual Telur Penyu
Baharudin menjelaskan, apa saja langkah-langkah dari Pemerintah Kota (Pemkot) melalui Diskes, untuk penanggulangan ribuan kasus TBC yang ada di Samarinda.
Mulai dari kegiatan investigasi kontak pasien TBC, hingga melakukan skrining di populasi khusus seperti lapas/rutan, pesantren, hingga tempat kerja dan wilayah padat penduduk.
"Kami juga berupaya dalam penyediaan sarana diagnosis dan obat anti TBC yang mudah diakses masyarakat secara gratis," ucapnya.
Kemudian, ia juga membeberkan sejumlah permasalahan utama yang dihadapi oleh Diskes Samarinda, dalam penanggulangan TBC tersebut.
Banyak sekali masyarakat yang putus berobat/tidak berobat tuntas selama 6 bulan berturut-turut. Hal ini sangat berdampak pada perluasan angka TBC di Samarinda yang kian meningkat setiap saat.
Dalam hal ini, pihaknya berharap agar masyarakat bisa memiliki atensi dalam penyakit TBC, agar memudahkan Dinas Kesehatan Kota Samarinda dalam mengontrol dan mengatasi permasalahan TBC yang ada.
"Tentu ini butuh dukungan dari semua pihak, baik itu pemerintah, swasta, akademisi, media massa, serta LSM dan masyarakat dalam menanggulangi kasus TBC di Samarinda," tutupnya.