Mitos Dayak Punan soal Hewan Pembawa Pesan Utusan 'Tuhan'

Dayak Punan dikenal sebagai "penjaga hutan rimba".

Denada S Putri
Selasa, 26 Maret 2024 | 04:00 WIB
Mitos Dayak Punan soal Hewan Pembawa Pesan Utusan 'Tuhan'
Ilustrasi gambaran pria Suku Dayak Punan. [Ist]

SuaraKaltim.id - Suku Dayak Punan menjadi salah satu rumpun suku Dayak paling tua yang terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.

Masyarakat Dayak Punan ini tersebar di 6 kabupaten di Kalimantan Timur dengan 8.956 jiwa berada di 77 lokasi pemukiman.

Di zaman dahulu, Dayak Punan dikenal sebagai  "penjaga hutan rimba" karena hidup dan sebaran populasinya banyak ditemui di dalam hutan.

Kaharingan adalah kepercayaan atau agama asli suku Dayak di Kalimantan, ketika agama-agama besar belum memasuki Kalimantan.

Baca Juga:Upacara Adat Nebe'e Rau, Wujud Syukur Masyarakat Dayak Agar Panen Melimpah

Masyarakat Dayak Punan di zaman dahulu diketahui menganut agama Kaharingan. Kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan.

Suku Dayak Punan Aput merupakan salah satu rumpun suku Punan yang memiliki sebuah mitos unik menurut kepercayaan mereka.

Mitos tersebut didasarkan pada sebuah hewan yang dinamakan Beo'. Beo' adalah salah satu kepercayaan Suku Dayak Punan Aput yang masih melekat di kehidupan penganutnya hingga saat ini.

Bagi Suku Dayak Punan, Beo' dipercayai sebagai utusan dari Sang Pencipta atau Tuhan mereka untuk menyampaikan pesan atau pedoman baik dan buruk dalam beraktivitas.

Wujud dari pesan yang disampaikan oleh Beo’ berupa suara dari burung tertentu, yaitu Lagehek. Selain berupa suara burung, Beo’ juga berwujud seperti tokek yang disebut Beo Malom.

Baca Juga:Urutan Prosesi Adat Ngerangka'u, dari Tarian hingga Pemotongan Kerbau

Dalam kepercayaan Masyarakat Dayak Punan Aput, jika suara Beo’ Lagehek terdengar di telinga sebelah kiri, itu merupakan pertanda tidak baik. Sedangkan jika terdengar di telinga sebelah kanan, itu merupakan pertanda baik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini