Pengamat Politik: PDIP dan Demokrat Kunci Penting Pilkada Kaltim

Jamal menekankan pentingnya regulasi untuk mencegah munculnya kotak kosong di masa depan.

Denada S Putri
Rabu, 07 Agustus 2024 | 14:15 WIB
Pengamat Politik: PDIP dan Demokrat Kunci Penting Pilkada Kaltim
Ilustrasi kotak kosong. [Ist]

SuaraKaltim.id - Pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Muhammad Jamal Amin menilai, aksi masyarakat yang menolak kotak kosong yang berpotensi terjadi di pemilihan gubernur (Pilgub) Kaltim, salah alamat. Menurut Jamal, lebih baik aksi tersebut diarahkan kepada partai politik (parpol) yang memiliki wewenang dalam pengusungan calon kepala daerah.

Jamal menyebutkan, kunci dalam situasi menjelang pilgub ini, terletak pada dua partai besar yang tersisa, yakni PDIP dan Demokrat. Kedua partai tersebut, harus segera menentukan arah dukungan.

"Jika partai-partai ini ingin menegakkan demokrasi, pilihlah salah satu calon yang mumpuni untuk menghadapi Rudy Mas'ud. Tidak harus Isran, jika PDIP atau Demokrat punya kader yang mumpuni, mereka bisa maju bersama," kata Jamal, disadur dari Presisi.co--Jaringa Suara.com, Rabu (07/08/2024).

Jika PDIP dan Demokrat tidak mengusung calon lain hingga batas akhir pendaftaran pada 29 Agustus, maka Pilkada Kaltim akan mempertemukan Rudy Mas'ud dengan kotak kosong.

Baca Juga:Pengamat: Menang Kotak Kosong di Pilgub Kaltim, Apa Tujuannya?

Hal tersebut memang tidak dilarang dalam peraturan, namun dapat memberikan stigma negatif dalam perpolitikan Kaltim ke depan.

Jamal menekankan pentingnya regulasi untuk mencegah munculnya kotak kosong di masa depan. Saat ini, undang-undang hanya mengatur batasan minimal dukungan partai kepada calon, yaitu 11 kursi atau 20 persen suara.

Menurut Jamal, perlu ada batasan maksimal dukungan sebesar 35 persen untuk memastikan minimal ada tiga calon dalam setiap pemilihan.

"Dengan batasan maksimal 35 persen, demokrasi di Indonesia akan lebih sehat. Partai politik harus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas demokrasi," tegasnya.

Jamal juga mengingatkan konsekuensi jika kotak kosong menang, yaitu pejabat dari pemerintah pusat akan menjadi gubernur selama lima tahun. Hal ini akan merugikan masyarakat Kaltim karena pejabat tersebut tidak dipilih oleh rakyat dan mungkin tidak mengerti permasalahan di Kaltim.

Baca Juga:Tekanan Inflasi di Kaltim Juli 2024 Merosot, BI Laporkan Deflasi 0,38 Persen

"Sangat tidak sehat jika kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah pusat karena kotak kosong menang. Kita harus menunggu lima tahun lagi untuk pemilihan kepala daerah. Yang rugi siapa? Masyarakat Kaltim," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak