“Jika DPRD memilih kepala daerah, ini akan menimbulkan distorsi dalam sistem trias politika kita, di mana semestinya eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang sejajar,” jelasnya.
Selain itu, Iman menilai wacana ini tidak lepas dari kepentingan politik. Ia mengingatkan, sistem Pilkada langsung maupun tidak langsung memiliki tantangan, terutama dalam hal integritas dan transparansi.
“Demokrasi tanpa uang dan manipulasi politik masih menjadi cita-cita yang sulit dicapai,” lanjutnya.
Iman mengatakan, perubahan sistem Pilkada harus mempertimbangkan dampak sosial, politik, dan hukum yang menyeluruh.
Baca Juga:Pilkada Kaltim 2024: Rekapitulasi Selesai, Partisipasi Pemilih Hanya 69,18 Persen
“Mengubah sistem pemilu tanpa landasan yang kuat hanya akan memicu distorsi dan mengancam prinsip presidensial yang kita anut, di mana legislatif tidak boleh memilih eksekutif,” sebutnya.
Iman menegaskan solusi dari masalah Pilkada tidak terletak pada perubahan mekanisme pemilihan, tetapi pada penguatan sistem yang sudah ada.
“Partisipasi masyarakat yang rendah, politik uang, hingga sengketa Pilkada, semua ini harus diselesaikan dengan memperkuat sistem pemilu kita, bukan menghilangkan hak rakyat untuk memilih,” pungkasnya.