SuaraKaltim.id - Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) asal Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Tea Wai, melaporkan dugaan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) oleh sebuah perusahaan besar di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Pemilik merek Tea Wai, Khalif Sardi, mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut baru saja meluncurkan produk dengan nama dan elemen visual yang menyerupai merek mereka. Hal ini, menurutnya, telah menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen akibat kemiripan dalam penyebutan nama.
Usaha yang dirintis bersama istrinya sejak 2017 itu telah memberikan kontribusi positif bagi pemerintah daerah, khususnya dalam pengembangan UMKM.
"Masalah ini bukan semata soal bisnis, tetapi tentang penghargaan atas kerja keras dan inovasi kami dalam membangun merek ini," ujar Khalif melalui pesan instan pada Kamis (19/12/2024).
Baca Juga:Bawaslu Temukan Pelanggaran Netralitas TAPPD, Pemkot Siapkan Tindak Lanjut
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah melaporkan masalah ini ke instansi terkait untuk memperoleh perlindungan hukum atas penggunaan merek Tea Wai.
"Kami sudah menyerahkan sejumlah bukti dan tinggal menunggu hasilnya," katanya.
Ketua Asosiasi Karya Muda Mahakam (AKMM) Kukar, Aspin Anwar, turut menyoroti kasus ini dan menyayangkan adanya pihak yang diduga menggunakan merek Tea Wai tanpa izin.
"Dari sudut pandang anak muda, tindakan seperti ini menunjukkan kurangnya kreativitas, selain jelas melanggar hukum," ujar Anwar.
Ia juga mempertanyakan apakah pihak terkait telah berkoordinasi sebelumnya dengan Tea Wai sebelum menggunakan nama merek tersebut. Anwar mengimbau UMKM untuk menciptakan identitas unik tanpa menjiplak merek lain.
Baca Juga:Dugaan Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Pantau Interaksi Basri Rase dengan ASN
"Kalau ingin mengembangkan branding, bisa berkolaborasi dengan sesama UMKM. Namun, jika terbukti menjiplak, tentu ada konsekuensi hukum," tegasnya.
Anwar juga menyarankan pemerintah untuk memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak sebagai upaya penyelesaian masalah ini. Jika mediasi gagal, ia menekankan pentingnya tindakan hukum melalui dinas terkait.
"Mediasi adalah langkah awal. Jika tidak berhasil, maka HKI harus dilaporkan secara resmi ke dinas terkait," pungkasnya.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan merek lokal, terutama bagi UMKM yang menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga kekayaan intelektual mereka.