Hari Bumi, Hari Dusta: Ketika Rehabilitasi Tambang Hanya Jadi Janji

Perusahaan tambang dan pemerintah dinilai kerap menyampaikan klaim mengenai alokasi dana untuk masyarakat dan lingkungan.

Denada S Putri
Selasa, 22 April 2025 | 20:04 WIB
Hari Bumi, Hari Dusta: Ketika Rehabilitasi Tambang Hanya Jadi Janji
Peringatan Hari Bumi 2025 oleh XR Kaltim Bunga Terung, IMAPA Unmul dan MAPALA UMKT di lubang tambang [Ist]

SuaraKaltim.id - Memperingati Hari Bumi 2025, tiga komunitas lingkungan di Kalimantan Timur—XR (Extinction Rebellion) Kaltim Bunga Terung, IMAPA UNMUL, dan MAPALA UMKT—menggelar aksi di salah satu lokasi bekas tambang batubara di Jalan Usaha Tani, Samarinda.

Aksi ini mengusung tema “Our Power, Our Planet” yang menyoroti pentingnya kesadaran kolektif terhadap dampak destruktif aktivitas pertambangan.

Dalam aksi tersebut, mereka membentangkan spanduk besar bertuliskan “All Mines are Liars #End Fossil Fuel Now” di samping lubang bekas tambang yang kini menyerupai danau.

Aksi ini menjadi simbol kritik terhadap keberadaan 44.736 titik lubang tambang yang tersebar di wilayah Kaltim, termasuk di Samarinda, Kukar, dan Penajam Paser Utara (PPU).

Baca Juga:Dulu Hutan, Kini Tambang: Orangutan Ini Terjebak di Tengah Kerusakan Alam Kutim

Kalimantan Timur (Kaltim), yang dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia, memiliki luas daratan sekitar 12,7 juta hektar.

Namun, pada 2024, provinsi ini mencatatkan deforestasi tertinggi secara nasional, mencapai 44.483 hektar, sebagian besar disebabkan oleh aktivitas tambang.

Momentum Hari Bumi dimaknai bukan sekadar seremoni, tetapi sebagai bentuk seruan mendesak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beralih ke sumber energi berkelanjutan.

Peringatan Hari Bumi 2025 oleh XR Kaltim Bunga Terung, IMAPA Unmul dan MAPALA UMKT di lubang tambang [Ist]
Peringatan Hari Bumi 2025 oleh XR Kaltim Bunga Terung, IMAPA Unmul dan MAPALA UMKT di lubang tambang [Ist]

Aksi ini juga mencerminkan komitmen untuk melindungi ekosistem, sumber daya alam, serta masa depan umat manusia dan seluruh makhluk hidup.

Lubang bekas tambang diketahui membawa berbagai risiko lingkungan dan sosial, mulai dari pencemaran air, ancaman keselamatan, rusaknya ekosistem, hingga dampak sosial ekonomi yang belum tertangani secara komprehensif.

Baca Juga:Dihantui Debu, Bising, dan Longsor: Warga Sanga-Sanga Menjerit di Tengah Gempuran Tambang

Peringatan Hari Bumi di Samarinda sekaligus menjadi pengingat akan bahaya industri tambang batubara. Sejak 2001, setidaknya 51 orang—kebanyakan anak-anak—meninggal akibat tenggelam di lubang tambang yang dibiarkan tanpa pengamanan dan peringatan.

Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, menjadi salah satu contoh nyata dampak buruk tambang.

Kawasan yang dulu dikenal sebagai lumbung pangan kini mengalami degradasi serius.

Sawah yang dahulu subur kini kerap banjir karena lumpur tambang dan kekeringan saat musim kemarau.

Ironisnya, sebagian petani bahkan menggantungkan irigasi mereka pada air dari lubang bekas tambang.

Makroman kini menjadi simbol perlawanan tiga komunitas tersebut.

Tragedi ekologis di sana dianggap bukan hanya sebagai akibat kelalaian perusahaan, tetapi juga kegagalan pemerintah dalam menegakkan regulasi dan melindungi warga.

“Lubang tambang ini bukan hanya sekadar lubang di tanah. Ia adalah simbol dari ketidakadilan, ketidakpedulian, dan kebohongan besar industri ekstraktif yang terus diulang dari tahun ke tahun,” tegas XR Kaltim Bunga Terung dalam pesan reflektifnya.

XR Kaltim Bunga Terung juga mencatat bahwa setiap tahun janji perubahan dan reklamasi selalu disuarakan oleh pemerintah dan industri tambang.

Namun kenyataannya, upaya tersebut dinilai hanya formalitas tanpa dampak nyata.

Perusahaan tambang dan pemerintah dinilai kerap menyampaikan klaim mengenai alokasi dana untuk masyarakat dan lingkungan.

Namun menurut XR Kaltim, “semua kebohongan ini semakin mempertegas bahwa kepentingan bisnis atau mengamankan usaha lebih diutamakan daripada keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan.”

Hari Bumi, kata mereka, bukan hanya soal refleksi tapi harus menjadi momentum perubahan. Dalam aksinya, mereka menyerukan:

  1. Penutupan seluruh lubang tambang terbuka dengan pengawasan yang ketat dan transparan.
  2. Penegakan hukum kepada perusahaan yang lalai dalam reklamasi.
  3. Penghentian pemberian izin tambang baru di wilayah rawan bencana ekologis.
  4. Penguatan pendidikan lingkungan agar masyarakat lebih sadar akan dampak eksploitasi sumber daya alam.
  5. XR Kaltim Bunga Terung menyampaikan peringatan bahwa tanpa tindakan nyata, tragedi serupa akan terus terjadi, korban akan terus berjatuhan, dan kerusakan lingkungan akan makin parah.

Hari Bumi 2025 adalah kesempatan untuk mengubah narasi dari sekadar peringatan menjadi momentum perjuangan. Samarinda tidak boleh terus menjadi saksi bisu dari kematian dan bencana akibat lubang tambang yang tak direklamasi. Karena Hari Bumi bukan hanya tentang peringatan, ini tentang perlawanan. Saatnya bertindak!”

Kontributor: Giovanni Gilbert 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini