Dihantui Debu, Bising, dan Longsor: Warga Sanga-Sanga Menjerit di Tengah Gempuran Tambang

PT Adimitra Baratama Nusantara (PT ABN) mengklaim bahwa operasional tambang mereka telah melewati studi kelayakan.

Denada S Putri
Rabu, 12 Februari 2025 | 21:33 WIB
Dihantui Debu, Bising, dan Longsor: Warga Sanga-Sanga Menjerit di Tengah Gempuran Tambang
Pertambangan dekat rumah warga di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kukar. [Ist]

SuaraKaltim.id - Aktivitas pertambangan di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), semakin meresahkan warga. Hanya berjarak sekitar 20–30 meter dari pemukiman, tambang ini menghadirkan berbagai ancaman mulai dari kebisingan, polusi debu, hingga potensi longsor yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

Warga sekitar mengeluhkan suara alat berat yang beroperasi hingga larut malam, membuat mereka sulit beristirahat. Tak hanya itu, polusi debu yang beterbangan juga mulai menimbulkan gangguan kesehatan. Minimnya komunikasi dari pihak perusahaan serta ketiadaan kompensasi yang layak semakin memperparah kondisi mereka.

Kehidupan di Tengah Tambang: Warga Terpaksa Bertahan

Munah (bukan nama sebenarnya), seorang warga yang rumahnya berdampingan dengan area tambang, mengaku sering terganggu saat malam karena suara alat berat yang terus bekerja.

Baca Juga:Dosen Unmul Tolak Konsesi Tambang untuk Kampus: Ini Penghinaan terhadap Perguruan Tinggi

"Sering kaget pas malam hari, seperti lupa kalau rumah saya diapit tambang," ujarnya saat ditemui, Selasa (11/02/2025).

Ia mengatakan bahwa dalam dua bulan terakhir, salah satu perusahaan tambang terbesar di daerah itu membuka lahan baru tanpa ada pemberitahuan atau konsultasi dengan warga.

"Tiba-tiba ada tambang di belakang rumah. Tidak ada komunikasi, tidak ada sosialisasi. Kami hanya bisa pasrah," tuturnya.

Pertambangan dekat rumah warga di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kukar. [Ist]
Pertambangan dekat rumah warga di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kukar. [Ist]

Munah merasa tak tahu harus mengadu ke mana, sebab pemerintah desa yang diharapkan bisa menjadi perantara justru memilih diam. Ancaman longsor menjadi ketakutan terbesar, apalagi di musim hujan seperti sekarang.

"Kami takut kalau tanah di belakang rumah tiba-tiba longsor. Hujan akhir-akhir ini deras, dan kami tidak tahu kapan bencana itu bisa terjadi," tambahnya.

Baca Juga:Dicari Aparat dan Warga, Suami Ini Malah Ditemukan Dugem di Bali

Keluhan serupa juga disampaikan oleh Untung (bukan nama sebenarnya), yang meminta agar tambang tidak beroperasi pada malam hari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini