SuaraKaltim.id - Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan komitmennya dalam mendukung pemberantasan tambang ilegal, meskipun bukan pihak utama yang menangani langsung perkara tambang ilegal di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro menyatakan bahwa penanganan kasus tersebut sepenuhnya berada di bawah kewenangan Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
Sementara itu, jajaran Polda Kaltim menjalankan fungsi pendukung, terutama dalam aspek pengamanan dan penyelidikan di lapangan.
Hal itu disampaikan Irjen Pol Endar saat berada di Balikpapan, Selasa, 22 Juli 2025.
Baca Juga:Rp 25 Miliar Digelontorkan, Sekolah Rakyat Penajam Siap Dukung IKN
“Kasus itu yang menangani adalah Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri. Kami dari Polda Kalimantan Timur membackup kegiatan penyidikan yang mereka lakukan,” katanya, disadur dari ANTARA, Kamis, 24 Juli 2025.
Sebagai bentuk dukungan, Polda Kaltim turut serta dalam pengamanan ketika tim Bareskrim melacak asal-usul batu bara yang menjadi barang bukti penting dalam kasus tersebut, termasuk saat dilakukan penangkapan di Surabaya.
“Kami ikut bantu pengamanan mereka ketika melakukan penyidikan, mencari informasi sumber dari batu bara yang dilakukan penangkapan di Surabaya,” ujarnya.
Terkait maraknya aktivitas pertambangan ilegal yang dikabarkan telah berlangsung sejak 2016 di wilayah yang kini masuk dalam kawasan IKN, Irjen Endar tidak memberikan keterangan rinci mengenai lemahnya pengawasan di masa lalu.
Namun ia menegaskan bahwa Polda Kaltim saat ini memegang komitmen kuat untuk menindak segala bentuk penambangan tanpa izin, tanpa kompromi.
Baca Juga:Menyongsong IKN, Layanan Kesehatan PPU Diperkuat Lewat Dua RSUD Strategis
“Kami punya komitmen terhadap kasus-kasus illegal mining di Kalimantan Timur. Selama saya ada di sini, insyaallah kami akan tetap melakukan penegakan hukum,” tegas Endar.
Sebagian Wilayah Masuk IKN, PPU Wajibkan Ritel Ketat Awasi Berat Beras
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU), menegaskan komitmennya dalam melindungi hak-hak konsumen melalui peningkatan pengawasan terhadap peredaran beras kemasan di ritel dan swalayan.
Temuan berulang terkait selisih berat bersih beras dari yang tertera pada label memicu imbauan agar pelaku usaha lebih berhati-hati dalam menerima produk dari distributor.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Perdagangan Dinas Kukmperindag PPU, Marlina, saat dikonfirmasi di Penajam, Rabu, 23 Juli 2025.
"Kami minta toko, ritel dan swalayan selektif saat terima barang dari distributor beras agar konsumen tidak dirugikan," ujar Marlina, disadur dari ANTARA, di hari yang sama.
Ia menyarankan agar setiap pemilik usaha melakukan penimbangan ulang terhadap beras kemasan yang datang sebelum diterima atau dijual ke konsumen.
Hal ini penting untuk mencegah praktik curang dan memastikan kesesuaian dengan regulasi yang berlaku.
Sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2011 tentang Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT), terdapat batas toleransi maksimal perbedaan timbangan sebesar 75 gram untuk barang seberat lima kilogram.
Langkah ini diambil menyusul inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Dinas Kukmperindag bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan di daerah yang sebagian wilayahnya masuk dalam Ibu Kota Nusantara (IKN), yang menemukan sejumlah beras kemasan tidak sesuai dengan takaran yang tercantum di label.
"Kami rutin lakukan inspeksi mendadak (sidak) pengawasan di toko, ritel dan swalayan," katanya.
Dalam sidak terbaru, ditemukan dua merek beras kemasan lima kilogram yang memiliki selisih berat signifikan.
"Beras kemasan merek Mawar Melati lima kilogram setelah ditimbang hanya 4,666 kilogram, jelas dia, beras kemasan lima kilogram merek Ketupat hanya 4,573 kilogram."
Penimbangan dilakukan menggunakan alat elektronik berstandar akurasi tinggi, merek Mettler Toledo dengan kapasitas 30 kilogram dan daya baca 0,001 kilogram.
Marlina menambahkan, langkah ini adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk menjaga keadilan dan memastikan bahwa konsumen di Benuo Taka tidak menjadi korban kelalaian atau kecurangan distribusi barang.