SuaraKaltim.id - Penangkapan AHW, mantan calon legislatif (caleg) dari PDI Perjuangan Kota Bontang, dalam kasus peredaran sabu mendapat respons langsung dari Ketua DPC PDIP Bontang, Maming.
Ia mengaku kaget mendengar kabar tersebut, namun menegaskan partainya mendukung penuh langkah aparat kepolisian menindak tegas pelaku penyalahgunaan narkoba.
"Itu kesalahannya pribadi. Tentu secara kepartaian mendukung langkah tegas polisi. Untuk statusnya sebagai kader juga ditangguhkan. PDIP menunggu surat pengunduran diri," ucap Maming, melansir dari KlikKaltim.com--Jaringan Suara.com, Minggu, 10 Agustus 2025.
Maming menegaskan AHW sudah tidak lagi aktif sebagai kader PDIP sejak kalah pada Pemilu Legislatif 2024.
Baca Juga:Hotel Gantikan Rumah Jabatan? Unmul: Kebijakan Pemkot Bontang Tak Transparan
Aktivitas yang dilakukan AHW saat ini disebut murni tanggung jawab pribadi. PDIP Bontang pun meminta agar yang bersangkutan segera mengundurkan diri secara resmi.
"Lama sudah tidak komunikasi memang," tambahnya.
Untuk diketahui, AHW yang pernah maju dari daerah pemilihan (dapil) Bontang Utara itu ditangkap polisi di kediamannya di Jalan Awang Long, Kelurahan Bontang Baru.
Dalam penggerebekan, petugas menemukan 5,32 gram sabu yang disimpan di dalam sedotan minuman.
Kapolres Bontang AKBP Widho Anriano melalui Kasat Narkoba AKP Rihard membenarkan penangkapan tersebut.
Baca Juga:Sanksi Penjara hingga Denda Rp 50 Juta Ancam Pembakar Sampah di Bontang
"Benar dia ini mantan Caleg. Kami tangkap setelah mendapatkan informasi dari warga," jelas AKP Rihard.
Hasil penyelidikan mengungkap AHW merupakan bagian dari jaringan tersangka Aheng yang dibongkar pada Mei 2025.
Setelah Aheng ditangkap, AHW melanjutkan bisnis haram itu dengan metode distribusi yang sama, yakni menempatkan sabu di lokasi tertentu di Jalan MH Thamrin sebelum dijual ke pembeli.
"Dia kaki tangannya waktu sama-sama mengedar. Pasca Aheng ditangkap dia berjalan sendiri," ungkap AKP Rihard.
Atas perbuatannya, AHW dijerat Pasal 114 Ayat (2) atau Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar.