- Pemkot Samarinda Tata Ulang Pasar Pagi: Retribusi Tetap Rp4.000, Bayar Pakai QRIS
- Aksi Sosial atau Strategi? Warganet Ramai Tanggapi Polisi Samarinda Bagi-bagi Beras ke Ojol
- Perda 1989 Sudah Usang, Pemprov Kaltim Siap Luncurkan Regulasi Sungai Baru
SuaraKaltim.id - Polemik retribusi penggunaan Stadion Gelora Kadrie Oening, Samarinda, kembali mencuat setelah spanduk imbauan soal biaya penggunaan lintasan atletik dan lapangan sepak bola terpampang di kawasan stadion.
Informasi itu ramai dibicarakan warganet dan memantik reaksi dari berbagai kalangan, termasuk pegiat olahraga lari di media sosial (Medsos).
Salah satunya datang dari selebgram asal Samarinda, Rolan Sihombing.
Ia menilai kebijakan itu membatasi ruang publik yang seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat luas.
Baca Juga:Aksi Sosial atau Strategi? Warganet Ramai Tanggapi Polisi Samarinda Bagi-bagi Beras ke Ojol
“Jujur sedih banget lapangan Stadion Kadrie Oening nggak boleh dimasukin lagi. Di lapangan ini saya bertemu Davin bocil yang bisa lari kencang, Madan yang berkebutuhan khusus, dan Hasyid yang bisa lari sekencang itu berkat latihan di lapangan ini. Apa bapak/ibu nggak peduli dengan bibit muda kalian?” tulis Rolan dalam unggahan instastory-nya, dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Minggu, 28 September 2025.
Menanggapi kritik itu, Kepala UPTD Pengelolaan Prasarana Olahraga Dispora Kaltim, Junaidi, menegaskan bahwa aturan retribusi bukanlah hal baru.
Menurutnya, ketentuan tersebut sudah tertuang dalam Perda Nomor 4 Tahun 2021 dan diperbarui melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024.
“Sejak 2021 itu sudah kita berlakukan dan terapkan. Karena Perda ini wajib distribusi itu termasuk pemerintah sendiri. Jadi ini bukan hal baru,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, pihak UPTD terikat pada regulasi sehingga tidak bisa begitu saja memberikan akses gratis.
Baca Juga:Perda 1989 Sudah Usang, Pemprov Kaltim Siap Luncurkan Regulasi Sungai Baru
Setiap penggunaan stadion, katanya, akan diaudit inspektorat maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kalau kami tidak jalankan perda itu, maka kami dianggap menyalahi aturan. Saya hanya melaksanakan tugas berdasarkan dasar hukum yang ada,” jelasnya.
Adapun tarif yang berlaku meliputi: lintasan atletik Rp 500 ribu per agenda/hari, lapangan sepak bola malam hari Rp 40 juta (komersial) atau Rp 25 juta (sosial), siang hari Rp 30 juta (komersial) atau Rp 20 juta (sosial), serta latihan siang Rp 2 juta per dua jam.
Junaidi menambahkan, ruang perubahan tetap terbuka apabila masyarakat menolak skema retribusi tersebut.
Namun mekanismenya harus melalui jalur resmi.
“Kalau ada pro kontra, mari dicari solusinya. Tapi perubahan hanya bisa lewat revisi perda, bukan keputusan UPTD,” pungkasnya.