Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Selasa, 18 Juni 2024 | 20:02 WIB
Ilustrasi BRT. [Ist]

SuaraKaltim.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda berencana akan melakukan pengadaan transportasi massal Bius Rapid Transit (BRT) di wilayahnya. Perencanaan itu sudah ada sejak 2023 lalu.

Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda sendiri ingin mengadakan transportasi BRT seperti yang diterapkan di Jakarta, Banjarmasin dan Yogyakarta.

Kabarnya, bus-bus itu akan beroperasi di 7 jurusan. Beberapa halte di Samarinda akan menjadi penghubung untuk pemberhentian.

Tak seperti Trans Jakarta, bus-bus nantinya berjalan tanpa jalur pribadi. Melainkan menggunakan jalan umum sama dengan kendaraan lain.

Baca Juga: Aroma Busuk Sampah di Pattimura Bontang Buat Pengguna Jalan Terancam, DLH Beri Efek Jera

Ukuran bus katanya 3/4 alias sama dengan medium bus. Angkot juga akan menjadi penunjang di Samarinda.

Dishub menuturkan, rencana itu akan direalisasikan tahun ini. Sayangnya, karena satu dan lain hal, perencanaan diundur jadi tahun depan

Tak berhenti di situ, Dishub Samarinda juga belajar ke beberapa daerah untuk bisa menerapkan BRT. Keputusan baru dibuat, menggunakan opsi beli layanan.

Akan ada pihak ketiga yang menjadi operator. Sementara Dishub bekerja sebagai regulator yang mengawasi. Ini juga akan menghemat biaya, tak perlu beli dan merawat bus sendiri.

Namun, kekurangannya, anggarannya fantastis. Ada 3 opsi anggaran. Opsi penerapan pertama, 2 trayek dengan anggaran Rp 25 sampai Rp 30 miliar. Opsi kedua 4 trayek, dengan anggaran Rp 50 miliar.

Baca Juga: Sudah Sejak 1995, Warga Rapak Indah Menanti Pembebasan Lahan dari Pemerintah

Lalu 7 trayek penuh dengan anggaran Rp 110 miliar. Sementara Wali Kota Samarinda Andi Harun menolak dengan sistem beli layanan. Alasannya tidak ekonomis.

Lebih baik kalau punya bus sendiri dan dikelola sendiri. Meski repot namun biaya yang dikeluarkan tak banyak.

Tanggapan DPRD Samarinda

Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda Anhar merasa tidak ada masalah jika pemerintah ingin mengadakan transportasi massal berbasis BRT. Termasuk sistem mana yang mau dipakai.

Menurut Anhar baik itu menggunakan sistem beli layanan maupun memiliki dan mengelola bus sendiri, keduanya tetap memiliki konsekuensi atau plus dan minus sendiri. Sehingga harus dengan kajian yang jelas.

“Kalau saya sih, konsepnya mau gimanapun terserah yang mana yang bagus,” jelasnya, dihubungi melalui panggilan telepon, Selasa (18/06/2024).

Meski begitu Anhar tetap memberikan catatan kepada Pemkot. Katanya, fasilitas infrastruktur jalan  dibenahi terlebih dahulu. Termasuk banjir yang masih kerap terjadi di Samarinda meski intensitasnya sudah mulai berkurang.

“Jalan dibenahi, dan infrastruktur dibenahi dulu, banjir dibenahi dulu,” tambahnya.

Tambahnya, jika ingin mengurai kemacetan dengan menggunakan transportasi massal. Maka solusi lebih konkretnya adalah memindahkan pemerintahan ke Samarinda Seberang.

“Karena ibu kota memang seperti itu. Kalau mau pemerintahan pindah ke seberang. Orang Ibu Kota Negara itu pindah ke Kaltim kok,” pungkasnya.

Load More