"Setiap hari tanah bekas galian makin mendekati rumah saya. Kalau hujan deras, takutnya longsor dan menimpa rumah," katanya.
Ketakutan warga ini beralasan, mengingat beberapa tahun lalu, longsor akibat tambang sempat menutup jalan penghubung Sanga-Sanga dan Muara Jawa, bahkan mengubur beberapa rumah.
Seorang paralegal yang mendampingi warga, Nugraha, menilai bahwa aktivitas tambang ini telah melanggar regulasi.
"Ini tambang resmi, tapi rasa ilegal. Mereka tidak meminta izin ke warga karena mereka tahu sudah melanggar aturan," tegasnya.
Ia juga menyoroti tali asih yang diberikan kepada sebagian warga, yang dinilai tidak sebanding dengan dampak yang mereka rasakan.
"Rp 150 ribu itu sudah termasuk uang debu, banjir, dan bising. Ada yang dapat, ada yang tidak. Tapi bagi yang sudah menerima, mereka tidak bisa komplain lagi," jelasnya.
Klarifikasi Perusahaan dan Harapan Warga
Menanggapi keluhan warga, PT Adimitra Baratama Nusantara (PT ABN) mengklaim bahwa operasional tambang mereka telah melewati studi kelayakan.
"Dasarnya adalah Feasibility Study (FS), jadi tentu kami sudah berkonsultasi dengan masyarakat sebelum proyek ini berjalan," ujar Bambang, Manager External PT ABN.
Baca Juga: Dosen Unmul Tolak Konsesi Tambang untuk Kampus: Ini Penghinaan terhadap Perguruan Tinggi
Ia juga menyebut bahwa perusahaan telah melibatkan warga dalam diskusi publik dan memiliki program CSR serta beasiswa bagi masyarakat terdampak.
"Setahu saya, dalam perjanjian, para pekerja juga mengakomodasi kepentingan warga sekitar. Kami juga memiliki program CSR, beasiswa, dan tali asih untuk masyarakat terdampak," tambahnya.
Terkait kekhawatiran longsor, Bambang mengklaim pihaknya telah melakukan mitigasi risiko.
"Kami sudah memperhitungkan antisipasi longsor, dan pengerjaan tambang di sana tidak akan berlangsung lama," katanya.
Meski demikian, warga tetap merasa tidak mendapatkan solusi atas permasalahan mereka. Mereka berharap adanya langkah konkret untuk mengurangi dampak pertambangan, baik dari sisi kebisingan, polusi, maupun ancaman longsor.
Masyarakat juga meminta pemerintah daerah untuk turun tangan, agar keselamatan mereka tidak terus terancam akibat operasi tambang yang semakin mendekati pemukiman.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Ulah KPC, Kutim Terancam Stagnasi Ekonomi Pasca Tambang
-
TPK Hotel Meningkat, Sinyal Pemulihan Ekonomi Kaltim Menguat
-
Otorita Pastikan Proyek IKN Tidak Terdampak Efisiensi Anggaran
-
Setelah Warga Protes, 7 Perusahaan di Bontang Selatan Kena Tegur Kelurahan
-
Bupati Kutim Kecewa: Lahan Eks Tambang KPC Tak Beri Manfaat bagi Warga