SuaraKaltim.id - Aksi penolakan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang digelar mahasiswa dalam aliansi Mahakam beberapwa waktu lalu berujung kisruh. Alhasil, petugas dari Polresta Samarinda menangkap belasan demonstran.
Namun, Polresta Samarinda menetapakan dua mahasiswa sebagai tersangka penganiayaan dan membawa senjata tajam. Keduanya berinisial WJ dan FR, mahasiswa Polnes dan Unmul Samarinda.
Lantaran itu, orang tua FR yang mengetahui kabar tersebut langsung menjenguk anaknya yang ditahan di Mapolresta Samarainda.
Kepada Suara.com, ayah tersangka FR, Johansyah mengaku ingin bertemu anaknya yang ditahan. Dia mengemukakan, rela berangkat dari Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan (Kalsel) ke Samarinda.
Baca Juga:Polisi Represif Tangani Demo di Samarinda, Mabes: Wajar, Mereka Tak Berizin
Dia mengakui baru mendapat kabar, jika anaknya ditetapkan menjadi tersangka dalam kerusuhan unjuk rasa tolak pengesahan UU Omnibus Law pada Selasa (10/11/2020).
“Baru tahunya Selasa siang jam 14.00, saya ada terima surat penahanan anak saya," ucap Johansyah saat ditemui di Mapolresta Samarinda pada Kamis siang (12/11/2020).
Usai menerima surat penahanan anaknya, Dia bergegas menuju Samarinda dan berkesempatan menanyakan langsung kepada FR perihal kejadian sebenarnya yang menimpa sang anak.
"Terus waktu saya bertemu, saya langsung tanyakan ke dia. Saya bilang, kamu jawab dengan jujur. Apakah itu memang perbuatannya atau tidak. Anak saya bilang dia berani bersumpah kalau senjata tajam itu bukan miliknya,” ungkapnya.
Lanjut Johansyah, FR bahkan menyatakan tidak membawa senjata tajam saat hendak berdemonstrasi. FR bercerita kepada ayahnya, saat terjadi bentrokan, FR seketika bergerak untuk membantu temannya yang terjatuh.
Baca Juga:Bawa Badik dan Rusuh saat Demo di Samarinda, 2 Orang Ditetapkan Tersangka
Namun, tiba-tiba FR diciduk polisi dengan menunjukkan senjata tajam yang kemudian diklaim oleh petugas jika benda tersebut adalah miliknya.
“Saya tahu benar anak saya bagaimana. Jadi saya pun yakin itu bukan FR. Bahkan saya bilang, kalau memang barang itu punya dia, jawab jujur saja. Saya ikhlas. Tapi, kalau barang itu bukan punya FR, dia mati sekalian tidak apa-apa. Perjuangkan apa yang menurutnya sebagai kebenaran,” ungkap Johansyah yang berlinang air mata.
Johansyah mengatakan, FR merantau sendirian ke Samarinda hanya untuk mengenyam pendidikan tinggi. Bermodalkan uang Rp 1 juta, FR nekat berkuliah sembari bekerja.
Selama anaknya merantau di Samarinda, mereka kerap berkomunikasi dengan baik. FR bahkan disebut sangat berbakti, karena rutin mengirimkan hasil kerjanya ke keluarga.
“Saya berani jamin, saya tahu betul kelakuan anak saya. Dia anak baik, bukan saya ngomong sembarangan. Dia memang taat pada orangtua,” lanjutnya.
Johansyah kemudian menjelaskan bahwa FR adalah anak kedua dari lima bersaudara. Di bawah FR, ada 3 adik yang masih kecil.
Sehingga keluarga menaruh harapan besar terhadap FR sebagai calon tulang punggung keluarga. Atas kejadian ini, Johansyah tak dapat memungkiri bahwa ia dan keluarga merasa begitu terpukul.
“Saya memohon kepada pihak yang bersangkutan, agar anak saya bisa diperlakukan secara adil. Tolong bantu anak saya. Supaya bisa melanjutkan kegiatan kuliahnya seperti biasanya,” ucap lelaki yang berprofesi sebagai supir ini.
Pada kesempatan yang sama, Johansyah turut berkesempatan bertemu secara langsung dengan legislator DPRD Kaltim yang ikut pasang badan untuk membebaskan anaknya tersebut, yakni Ketua Fraksi PAN Baharuddin Demmu.
”Kita akan terus berupaya Pak, berdoa saja mudah-mudahan ada respon cepat dari Pak Kapolres. Kami sebagai senior mereka juga mencari jalan tengah Pak, doakan ya pak,” kata Demmu kepada Johansyah.
Anggota DPRD Jadi Penjamin
Dalam kesempatan itu, tiga Anggota DPRD Provinsi Kaltim mengajukan surat penangguhan untuk dua mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Samarinda, terkait dugaan membawa senjata tajam dan penganiayaan saat aksi tolak pengesahan UU Omnibus Law (5/11/2020) lalu.
Ketiga Anggota Dewan Karang Paci (sebutan DPRD Kaltim) yang menjadi penjamin tersebut, yakni Sutomo Jabir dari PKB, Baharuddin Demmu selaku Ketua Fraksi PAN, dan Syafruddin selaku Ketua Fraksi PKB. Mereka menyambangi Mapolres Samarinda pada Kamis (12/11/2020) pagi.
Dalam kesempatan itu, Syafruddin menyampaikan, sedikitnya ada empat anggota pimpinan yang siap menjadi penjamin termasuk Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo.
“Cuman (Pak Sigit) belum ini belum hadir hari ini, dan InsyaAllah akan ikut serta menandatangani secepatnya,” ungkapnya kepada Kabag Ops Kompol Andi Suryadi yang mewakili Kapolresta Samarinda Kombespol Arief Budiman.
Pemberian berkas penangguhan itu kemudian diterima dan selanjutnya akan disampaikan sebaliknya ke Kapolresta Samarinda dari bepergian dinas keluar daerah.
Udin sapaannya, menjelaskan kedatangan mereka tersebut terdorong rasa solidaritas dan kemanusiaan. Dia mengatakan mahasiswa tersebut wajib untuk dibela.
“Sebagai senior juga di pergerakan, kami menjaminkan diri kami, agar mereka bisa bebas dan menunaikan tugasnya sebagai mahasiswa dan menjadi abdi bagi negara,” ungkap Udin.
Udin berharap penyerahan berkas penangguhan itu dapat segera direspon oleh Kapolresta Samarinda Kombespol Arief Budiman dengan cepat.
Apabila dalam waktu kurun satu minggu, penangguhan masih belum mendapatkan respon, pihaknya akan kembali mendatangi Polda Kaltim untuk mendorong pembebasan kedua Mahasiswa tersebut.
“Jadi ini juga dalam tujuan Silaturahim, sekaligus membangun hubungan antara lembaga legislatif dan yudikatif,” jelasnya.
Selain itu, dia juga mengaku telah menghubungi Rektor Politeknik Negeri Sipil (Polnes) dan Rektor Universitas Mulawarman (Unmul) agar bisa membantu pembebasan FR dan WJ.
“Kita berharap juga, agar segeranya Rektor Unmul dan Polnes juga ikut bersikap. Karena mereka punya tanggung jawab, dan bisa membantu proses percepatannya juga. Semua instrumen potensial akan kita gerakkan,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, dua mahasiswa resmi dijadikan tersangka oleh Polresta Samarinda pasca aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law berujung ricuh pada Kamis (5/11/2020) lalu.
Kedua mahasiswa itu ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan dan membawa senjata tajam. Keduanya berinisial WJ dan FR, mahasiswa Polnes dan Unmul Samarinda.
Dua tersangka ini disebut Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman, akan terus diproses secara hukum dan telah memenuhi unsur untuk ditahan.
“Masih ada kemungkinan adanya penambahan tersangka. Artinya, kalau melanggar hukum kami tindak tegas. Sebagian yang kami amankan ada di aksi sebelumnya,” ungkap Kombes Pol Arif Budiman pada Press Release aksi unjuk rasa yang dilaksanakan pada Jumat (6/11/2020) lalu.
Kontributor : Alisha Aditya