Kisah Hery, Pengabdian Guru Honorer di Pedalaman Kukar yang Serba Sulit

Kisah guru di pedalaman Kukar adalah gambaran sesungguhnya sebuah pengabdian. Pengabdian dari seorang yang sering kita sebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Yovanda Noni
Rabu, 25 November 2020 | 11:41 WIB
Kisah Hery, Pengabdian Guru Honorer di Pedalaman Kukar yang Serba Sulit
Perjuangan Hery Cahyadi, pernah merasakan jadi guru honorer di daerah pedalaman Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar)

Seluruh rumah dibangun di atas rakit. Tak ada daratan. Tidak ada akses darat. Namun Hery lebih bersyukur kala itu, sebab kampung itu adalah kampung istrinya.

“Lebih bersyukur, meski lebih jauh dari tugas sebelumnya, namun di desa ini merupakan kampung istri. Jadi bisa lebih nyaman,” kata Hery.

Sama seperti di tempat sebelumnya, guru PNS selalu mengambil libur kepanjangan. Apalagi kebanyakan guru tersebut bukan asli dari Muara Enggelam, sehingga semua pekerjaan dilimpahkan ke Hery.

“Sama saja kisahnya, saya harus menanggung beban mengajar lebih banyak,” kisahnya.

Baca Juga:Nadiem Singgung Corona di Hari Guru: Setiap Peristiwa Selalu Ada Hikmah

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Hery bekerja serabutan. Menjadi nelayan tangkap air tawar adalah solusi terbaik kala itu. Dia juga sempat berburu kura-kura, bahkan sempat bekerja untuk NGO asing.

Menurut dia, masalah gaji kecil dan bertugas di pedalaman bukanlah hal mudah. Terlebih, harga kebutuhan sehari-hari tentu jauh lebih mahal. Kebutuhan susu juga mendesak karena anak sulungnya masih Balita.

“Pernah suatu kali kadaan sangat mendesak. Saya minta izin untuk mengajar tiga hari saja, sisanya saya gunakan untuk usaha apa saja. Alhamdulillah waktu itu kepala sekolah mengizinkan. Karena dia juga paham kondisi keluarga saya,” ungkapnya.

Derita lain menjadi guru honorer adalah gaji yang tidak tepat waktu. Bahkan kadang harus menunggu berbulan-bulan baru honor itu datang. Meski dirapel, tapi kebutuhan sehari-hari tak bisa menunggu rapelan.

“Pergantian nama dari PTT ke T3D (Tenaga Tidak Tetap Daerah) terasa sekali lelahnya jadi guru honorer. Gajian selalu tertunda, harus sabra,” kata Hery.

Baca Juga:Hari Guru Nasional, Simak 13 Fakta Mengenai Guru, Yuk!

Sebenarnya, perubahan nama pada tahun 2001 itu berkah buat guru honorer karena gaji naik menjadi Rp325 ribu. Tak lama berselang naik lagi menjadi Rp480.480. Jumlah gaji yang gampang diingat dan bakal selalu dikenangnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini