Dicari, Pompa Portabel dan Pintu Air Untuk Tangani Banjir di Kota Peradaban

"Banjir adalah bagian dari kondisi iklim di Samarinda."

Denada S Putri
Senin, 30 Agustus 2021 | 16:28 WIB
Dicari, Pompa Portabel dan Pintu Air Untuk Tangani Banjir di Kota Peradaban
Banjir di Jalan Padat Karya dan Bengkuring, Kelurahan Sempaja Timur, Kecamatan Samarinda Utara. [Suara.com/Apriskian Tauda Parulian]

SuaraKaltim.id - Diguyur hujan selama hampir 5 jam, Kota Tepian mengalami banjir terparah untuk tahun ini. Sebanyak 53 titik terendam saat hujan turun, Minggu (29/8/2021) malam.

Fenomena ini pun disorot oleh Yustinus Sapto Hardjanto, pemerhati sungai, danau, rawa (SADAR). Menurutnya, fenomena ini bukanlah hal asing bagi Kota Peradaban, Samarinda. Alasannya, tak lain karena karakter geografis kota ini yang berada di perlembahan.

"Banjir adalah bagian dari kondisi iklim di Samarinda," ungkapnya, Senin (30/8/2021).

Katanya, jika kini banjir menjadi masalah, hanya ada dua alasan. Pertama, kota ini tengah berkembang. Kedua, kota ini dikembangkan dengan konsep yang mengingkari realitas sistem keairan dan pengaliran alamiahnya.

Baca Juga:Samarinda Diguyur Hujan 5 Jam, 53 Titik Terendam Banjir, 2 Tiang Listrik Tumbang

Baginya, paradigma membangun kota ini tidak berbasis model yang ramah air. Bentuk tidak ramah air  yang ia maksud ialah penggunaan atau konversi lahan yang tidak berkesesuaian dengan air.

"Salah satunya adalah konversi rawa menjadi daratan. Konversi ini tidak dikompensasi sehingga ruang air menjadi hilang," ujarnya.

Bentuk lain yang ia jadikan contoh adalah perkerasan permukaan lahan secara masif. Ia mengatakan, lahan perkotaan sebagian besar mengalami perkerasan.

Dimana beberapa lahan kota ditutupi oleh semen. Sehingga, air hujan yang turun sebagian besar menjadi air permukaan (run off).

"Dan badan-badan air, baik alami maupun buatan tidak lagi cukup untuk menampung air limpasan ini maka terjadilah banjir," jelasnya.

Baca Juga:Tercebur Gegara Panik, Tim SAR Gabungan Perluas Area Pencarian Solihin di Kali BKB

Ia memaparkan, banjir pada dasarnya karena koefisien air permukaan yang tinggi lantaran infiltrasi ke dalam tanah rendah. Air permukaan yang tinggi tersebut, tidak mempunyai ruang tampung sementara, karena rawa atau danau telah dikonversi menjadi daratan.

Tak hanya itu, menurutnya lagi cara pemerintah mengatasi tidak sesuai dengan masalahnya. Alih-alih melindungi wilayah tangkapan air atau menyediakan ruang tampung sementara air, pemerintah  justru lebih fokus pada alur sungai tertentu.

"Contohnya Karang Mumus. Padahal banjir tidak seluruhnya berhubungan dengan Karang Mumus," ucapnya.

Dirinya menyatakan, konsep atau model penanganan banjir pemerintah saat ini adalah mengeringkan. Yang berarti, membuat aliran air permukaan bisa secepat mungkin dibuang ke laut.

Namun baginya hal itu sulit terjadi. Karena alur sungai yang ada di Samarinda ialah landai.

"Jadi tak usah heran kalau tiap tahun titik banjir akan bertambah seiring dengan bertambahnya konversi lahan dan perluasan perkerasan permukaan tanah dengan semen," lugasnya.

Ia menuturkan, satu kelemahan dalam pendekatan terhadap banjir selama berpuluh tahun. Yakni anggapan bahwa banjir ada karena sungai kurang dalam, saluran air kurang banyak, serta banjir didekati dari konteks infrastruktur pengaliran.

Padahal, katanya, banjir adalah masalah ekologis. Alias ketidakseimbangan antara air permukaan dan air yang diresapkan.

"Watak ini belum berubah. Maka kalau meninjau banjir yang diajak Wali kota adalah Kepala Dinas PU (Pekerjaan Umum), bukan kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH)."

"Ya lagi-lagi ini cermin dari paradigma mengatasi persoalan lingkungan dengan model pendekatan teknis, bukan pendekatan restoratif," sambatnya.

Ia beranggapan, pemerintah berlaku kasar dengan menjadikan bencana sebagai proyek pengerjaan. Ia melanjutkan, jika ingin belajar dari pendekatan semacam ini, Jakarta merupakan contoh terbaik yang bisa dilihat.

"Sudah trilyunan rupiah, digelontorkan selama beberapa periode gubernur, tapi tetap banjir. Mungkin itu yang dikehendaki sehingga banjir jadi proyek rutin," selorohnya.

Ketika kunjungan Presiden Jokowi, Pemkot Bersedia untuk menyediakan pompa air portable untuk mengatasi banjir jika terjadi saat kunjungan kerja presiden. Hal itu juga menjadi sorotan pria yang mengatakan dirinya sebagai "penggemar fenomena banjir" ini.

Katanya, soal pompa air tersebut, harus dilihat dari segi efektifitasnya. Ia mengatakan, Samarinda memiliki rumah pompa Semani di Jalan Gelatik. Namun, rumah pompa itu dipertanyakan olehnya apakah masih berfungsi atau tidak.

"Berfungsi apa nggak? Pertanyaannya air mau dibuang kemana jika tempat air disedot dan dibuang sama tingginya? Tapi begitulah pemerintah, tiap ada masalah selalu yang dibenaknya adalah belanja anggaran," sindirnya.

Ia memaparkan, kegunaan pompa air justru akan membuat banjir di satu tempat bisa hilang dengan cara membanjiri tempat lain. Alias baginya, hal itu sama saja dengan mengatasi masalah dengan memidahkan masalah lainnya.

Musababnya, Sungai Mahakam sebagai tempat buangan air bukanlah exit strategy yang sempurna. Mengingat Mahakam terpengaruh pasang laut.

"Sehingga bisa mengirim balik air yang dibuang ke badannya," singkatnya.

Ucapan Wali Kota Samarinda Andi Harun terkait dirinya yang sudah melakukan permintaan kepada Presiden Jokowi dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono soal pintu air juga disorot Yustinus. Ia mengaku, mendukung pemerintah untuk secepatnya mengadakan pintu air tersebut.

"Silahkan adakan itu pintu air, beli pompa sebesar gajah, menurap Sungai Karang Mumus sampai ke Waduk Benanga. Agar dengan cepat kita bisa punya bukti bahwa cara mengatasi banjir seperti itu hanya buang uang dan buang umur," tandasnya.

Andi Harun Usulkan Pintu Air ke Presiden

Wali Kota Samarinda Andi Harun langsung meninjau lokasi yang terdampak banjir di Samarinda, Minggu (29/8) malam. Salah satunya di kawasan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu.

Dirinya mendapatkan laporan dari warga RT 13 Bukit Pinang, bahwa tempat warga RT 13 tinggal merupakan salah satu lokasi yang terdampak banjir akibat hujan deras tersebut.

Ia pun langsung meninjau beberapa titik lokasi di kawasan itu. Hingga saat ini air masih menggenangi wilayah tersebut.

Sebelumnya, saat dirinya berkesempatan bertemu dengan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu di Kota Samarinda, ia memanfaatkan momen tersebut untuk menyampaikan masalah krusial yang saat ini dihadapi oleh Kota Samarinda.

Masalah tersebut tak lain adalah banjir yang kerap menjadi momok bagi masyarakat Kota Samarinda apabila diguyur hujan deras, seperti yang terjadi beberapa hari terakhir.

Ia mengungkapkan, disela mendampingi Presiden Jokowi meninjau kegiatan vaksinasi pelajar di SMPN 22 Samarinda. Ia mengambil kesempatan untuk menyampaikan kepada presiden terkait usulan bantuan penanggulangan banjir tersebut.

"Selain melaporkan perkembangan vaksin, saya juga menyampaikan usulan bantuan kegiatan penanggulangan banjir, karena momennya langka kan, Pak Presiden datang ke sini," ungkapnya.

Tak hanya sekali, ia menuturkan dirinya kembali menyampaikan usulan tersebut secara lisan kepada Presiden dalam beberapa kesempatan saat bersama rombongan, dalam pengarahan di Kantor Gubernur Kaltim.

"Setelah agenda pengarahan, saya kembali bergabung bersama beliau sebelum makan siang, dan saya ulangi lagi menyampaikan hal tersebut kepada beliau," jelasnya.

"Sampai beliau tertawa-tawa kepada saya ya, sambil menunjuk kepada Pak Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), maka saya sudah jelaskan mengapa hal ini penting, salah satunya adalah pembangunan pintu air," sambungnya.

Ia juga telah menyampaikan usulan serupa secara personal kepada Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono yang juga turut serta dalam rombongan Presiden Jokowi.

Ia mengungkapkan dengan sedikit bergurau seolah membujuk menteri Basuki untuk menindaklanjuti usulannya tersebut.

"Saat makan siang saya satu meja dengan Menteri PUPR, bahkan beliau sempat saya ambilkan pisang gapit, tapi saya katakan ini seharga pintu air," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini