SuaraKaltim.id - Suku Paser Balik merupakan suku asli Balikpapan yang rupanya ikut terdampak oleh pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Suku yang dikenal juga sebagai suku Balik ini merupakan komunitas kecil yang saat ini jumlahnya tidak lebih dari 1.000 jiwa atau tepatnya 200 KK.
Warga adat Balik ini tinggal di wilayah Kecamatan Sepaku yang tersebar di Desa Bumi Harapan, Kelurahan Sepaku, dan Kelurahan Pemaluan yang masuk kawasan inti IKN Nusantara.
Ketenaran Suku Balik ini lebih kecil dibanding Suku Paser, lantas apakah Suku Balik ini sama dengan Suku Paser?
Baca Juga:Sejarah Suku Paser Balik yang Jadi Asal Muasal Nama Kota Balikpapan
Tidak dipungkiri bahwa ketenaran Suku Balik ini tidak begitu banyak diketahui sebelum adanya wilayah Sepaku yang ikut menjadi kawasan inti wilayah IKN Nusantara.
Dikutip dari Mongabay, rupanya awalnya Suku Balik dikenal sebagai Suku Paser, padahal keduanya memiliki perbedaan.
Contohnya seperti perbedaan bahasa. Bahasa yang digunakan Suku Paser dapat dimengerti oleh Suku Balik, tetapi Bahasa Suku Balik tidak dimengerti suku lain.
Seiring berjalannya waktu, kebudayaan adat Suku Balik saat ini nyaris hilang karena banyaknya pendatang di wilayah Sepaku.
Kebudayaan adat ini sudah mulai tergerus sejak tahun 90-an. Padahal sebelumnya kehidupan berbudaya Suku Balik sangat kental, tetapi semakin tergerus faktor sosial yang membuat mereka malu menunjukan identitas Suku Balik.
Saat ini keberadaan mereka mulai semakin tergerus akibat pembangunan IKN Nusantara yang memasuki wilayah adat mereka.
Sebelumnya, desas desus soal wilayah adat mereka diharuskan direlokasi sudah ada sejak pembangunan proyek intake Sungai Sepaku.
Tetapi, mereka tidak punya banyak waktu untuk melakukan unjuk rasa meski mereka menentang keras.
Bagi warga suku Balik, mereka lebih memilih fokus bekerja untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Rupanya, sebelum ada desas-desus relokasi, sebagian warga suku Balik sudah pernah berupaya untuk mengurus legalitas kepemilikan tanah.
Surat segel untuk sebidang tanah yang mereka tempati pernah diserahkan ke pemerintah derah setempat untuk pemutihan atau mengganti dengan surat hak kepemilikan tanah.
Tetapi, hingga saat ini urusan surat kepemilikan tanah itu belum selesai hingga muncul proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang membuat mereka diminta untuk relokasi dari tanah adat yang mereka tempati sejak turun-temurun.