SuaraKaltim.id - Kasus masyarakat adat di Kalimantan Timur yang menentang pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) masih menjadi sorotan publik.
Terbaru, beredar sebuah video yang merekam protes masyarakat Dayak atas peraturan Otorita IKN.
Adapun pihak Otorita IKN disebut memaksa 200 rumah di wilayah IKN untuk dibongkar dalam waktu tujuh hari.
Video ini beredar di platform TikTok dan kembali disebarluaskan di Twitter (X) hingga menjadi viral.
Baca Juga:Sejarah Suku Paser Balik yang Jadi Asal Muasal Nama Kota Balikpapan
Dalam video yang diunggah akun @murtadhaone1, terlihat masyarakat Dayak yang memakai pakaian daerah khas Dayak menentang agar pihak otorita IKN pergi dari tanah mereka.
Seorang pria yang terlihat sebagai pemimpin dari masyarakat Dayak itu memprotes dengan keras agar para petugas dapat segera pergi.
"Saya minta kalian pulang, jangan ada disini, kami berpuluh-puluh tahun tidak mendapatkan apa-apa. Pantaskah kalian menghadang kami disitu?! Ini tanah saya! kalian mau cabut nyawa saya, saya siap. Kalian pulang sekarang!" ujar pria berpakaian adat Dayak dengan seru dan lantang, dikutip Selasa (19/03/2024).
Setelah video tersebut, akun tersebut menyinggung terkait 9 petani yang ditangkap polisi karena menolak tanahnya dibangun Bandara IKN karena ganti untungnya belum dibayar.
Bahkan, akun tersebut menyebut bahwa saat ditangkap para petani ini digunduli oleh aparat hingga statusnya dijadikan tersangka dan di tahan di rutan.
Hingga berita ini ditayangkan belum diketahui kebenaran mengenai video tersebut. Ada dugaan bahwa video masyarakat Dayak tersebut adalah video protes dengan perusahaan sawit.
Tetapi, kasus masyarakat adat Suku Balik, Pemaluan, dan Sepaku di Balikpapan memang tengah ramai dibicarakan publik.
Hal itu lantaran mereka terancam terusir dari tanah mereka sendiri akibat pembangunan IKN.
Masyarakat adat dari Suku Asli Balikpapan itu merasa tidak diakui dan tidak dilibatkan untuk menyuarakan apa yang mereka alami.
Untuk itu, saat ini masyarakat adat dari Suku Balik itu masih terus menyuarakan keadilan karena mereka dipaksa untuk mengosongkan tempat tinggalnya.
Kontributor: Maliana