Ritual Kematian Unik Suku Dayak Tunjung: Memukul Gong, Ratapan Tangis, dan Peti Mati dari Pohon Besar

Dalam melaksanakan Upacara Toho atau Tohoq, masyarakat Dayak Tunjung memiliki berbagai kebiasaat adat yang unik.

Denada S Putri
Selasa, 14 Mei 2024 | 15:30 WIB
Ritual Kematian Unik Suku Dayak Tunjung: Memukul Gong, Ratapan Tangis, dan Peti Mati dari Pohon Besar
Ilustrasi ritual adat kematian Suku Dayak Tunjung. [Ist]

SuaraKaltim.id - Suku Dayak Tunjung merupakan sub-suku Dayak di Kalimantan Timur yang masih kental dengan ritual adatnya, termasuk ritual adat bagi orang yang meninggal dunia.

Di suku ini, terdapat tiga jenis upacara adat kematian yang tidak harus dilaksanakan semua karena bergantung kepada kemampuan masing-masing keluarga.

Ada tiga jenis upacara ini yang berbeda dan bukan menjadi kesatuan, yakni Upacara Toho, Upacara Kenyau, dan Upacara Kwangkai.

Dalam melaksanakan Upacara Toho atau Tohoq, masyarakat Dayak Tunjung memiliki berbagai kebiasaat adat yang unik.

Baca Juga:Membongkar Tatanan Sosial Suku Dayak Bahau: Raja, Kepala Suku, dan Lapisan Masyarakat

Apa saja kebiasaan tersebut? Berikut penjelasannya yang dikutip dari buku Upacara Tradisional Kematian Daerah Kaltim:

Memukul Gong

Kebiasaan masyarakat suku Dayak Tunjung apabila ada orang atau kerabat yang meninggal, mereka memukul tambur sebagai tanda bahwa ada orang yang meninggal.

Kebiasaan ini disebut Neruak, yang kemudian disusul dengan orang memukul gong secara bersahut-sahutan segera setelah mengetahui bahwa nyawa kerabat mereka telah tiada.

Bunyi-bunyian ini menjadi pertanda adanya peristiwa kematian sekaligus untuk mengundang warga masyarakat datang ke rumah duka.

Baca Juga:Tradisi Pra Pernikahan Suku Dayak Bahau: Ritual Sakral Menuju Kehidupan Baru

Ratapan Tangis Keluarga

Bersama dengan berpulangnya seseorang ke alam baka, maka akan terdengar suara ratap tangis keluarga yang ditinggalkan.

Biasanya, ratapan tangis ini berisikan kata-kata yang sedih didengar yang ditujukan kepada orang yang baru meninggal tersebut.

Menangisi orang yang meninggal ini disebut ngurikng. Setelah banyak orang datang, maka sebagian dari mereka mengambil air sungai, dengan gong berhenti berbunyi.

Jenazah Diberi Tanda

Gong kemudian akan kembali berbunyi saat upacara memandikan jenazah dilakukan. Jadi pemandian jenazah ini dilakukan dengan iringan bunyi gong yang kembali bersahut-sahutan.

Setelah selesai dimandikan, orang mati tersebut diberi patik yaitu membuat tanda titik dengan darah ayam di beberapa bagian tubuhnya.

Mulai pada muka, terus ke bagian badan, kedua lengan dan kemudian pada kedua kakinya. Tanda ini menurut kepercayaan mereka agar arwah-arwah atau roh-roh lainnya mengenal bahwa orang tersebut telah mati.

Membuat Lungun atau Peti Mati

Pembuatan lungun atau peti mati dilakukan secara bergotong-royong oleh masyarakat yang datang ke rumah duka.

Pembuatan lungun ini dari pohon buah-buahan yang ukurannya besar ataupun kayu ulin. Lungun dibuat dalam waktu sekitar satu hari dan dikerjakan di sekitar tempat di mana kayu ditebang.

Jika proses pembuatan lungun telah selesai, lungun itu akan dibawa pulang ke kampung untuk disempurnakan ukuran dan ornamennya.

Kontributor : Maliana

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak