Lonjakan Kasus HIV/AIDS di Kutai Timur: 140 Kasus Baru Hingga November 2024

Bahrani menjelaskan, saat ini Kutim berkomitmen menciptakan lingkungan yang inklusif dalam memberikan layanan kesehatan bagi mengidap kasus HIV/AIDS.

Denada S Putri
Selasa, 03 Desember 2024 | 17:15 WIB
Lonjakan Kasus HIV/AIDS di Kutai Timur: 140 Kasus Baru Hingga November 2024
Ilustrasi HIV/AIDS [Yayasan AIDS Indonesia]

SuaraKaltim.id - Dinas Kesehatan (Diskes) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mencatat terjadinya lonjakan kasus HIV/AIDS sebanyak 140 kasus hingga November 2024. Angka tersebut sangat tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Hal itu disampaikan Kepala Diskes Kutim, dr Bahrain, di Sangatta, Senin (02/12/2024) kemarin. Ia mengatakan, penurunan kasus pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.

“Penurunan kasus yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya cukup menggembirakan, tetapi pada tahun 2024  terjadi peningkatan kasus sehingga pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat,” ucapnya, disadur dari ANTARA, Selasa (03/12/2024).

Ia menyebut, berdasarkan data yang dihimpun Dinkes Kutim kasus HIV/AIDS  dalam tiga tahun terakhir  mengalami penurunan dan kenaikan kasus.

Baca Juga:Krisis Air Bersih di Kenyamukan, Ketua DPRD Kutim: Kondisi Dermaga Sekarang Tidak Ideal

Pada tahun 2021 tercatat ada 124 kasus, di 2022 menurun menjadi 122 kasus, kemudian pada 2023 terjadi penurunan yang signifikan menjadi 99 kasus. Namun kembali   terjadi lonjakan kembali tahun ini.

“Angka ini menjadi peringatan bagi kita semua. Penularan HIV/AIDS sering kali tidak terdeteksi hingga bertahun-tahun karena sifatnya yang asimtomatik (kondisi tanpa gejala) pada tahap awal,” tuturnya.

Bahrani menjelaskan, saat ini Kutim berkomitmen menciptakan lingkungan yang inklusif dalam memberikan layanan kesehatan bagi mengidap kasus HIV/AIDS.

Layanan kesehatan tersebut berupa penyediaan tes HIV gratis, distribusi kondom secara luas, serta akses mudah ke pengobatan antiretroviral (ARV).

Ia mengungkapkan, ada kesan pandangan buruk terhadap orang dengan HIV/AIDS, stigma buruk dari masyarakat menyebabkan banyak orang enggan memeriksakan diri atau menjalani pengobatan.

Baca Juga:Inovasi Pertanian di Kutim Dinilai Krusial untuk Pasokan Pangan IKN

“Masih banyak masyarakat yang menghakimi ODHA, sehingga mereka merasa takut dan malu untuk terbuka. Padahal, deteksi dini dan pengobatan sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut,” tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini