BPS: Garis Kemiskinan Kaltim Capai Rp 866 Ribu per Kapita

Data BPS juga mencatat penurunan terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.

Denada S Putri
Sabtu, 02 Agustus 2025 | 22:43 WIB
BPS: Garis Kemiskinan Kaltim Capai Rp 866 Ribu per Kapita
Ilustrasi penduduk miskin. [Ist]

SuaraKaltim.id - Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus menunjukkan tren positif dalam pengentasan kemiskinan.

Dalam dua tahun terakhir, angka penduduk miskin mengalami penurunan signifikan, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan bertambahnya lapangan kerja di wilayah ini.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim Yusniar Juliana di Samarinda, Sabtu, 2 Agustus 2025.

"Pada September 2022 jumlah penduduk miskin Kaltim sebanyak 242.300 jiwa atau mencapai 6,44 persen. Namun pada Maret 2023 turun menjadi 231.070 jiwa atau turun menjadi 6,11 persen," kata Yusniar disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Baca Juga:Langgar Tarif Resmi, Maxim Kena Segel di Kalimantan Timur

Perbaikan berlanjut hingga Maret 2025. Jumlah penduduk miskin terus berkurang menjadi 221.340 jiwa (5,78 persen) pada Maret 2024, lalu kembali turun menjadi 211.880 orang (5,51 persen) pada September 2024.

Terbaru, pada Maret 2025, angka tersebut menyusut lagi menjadi 199.710 jiwa atau hanya 5,17 persen.

Data BPS juga mencatat penurunan terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.

Di kota, tingkat kemiskinan turun dari 4,41 persen pada September 2024 menjadi 4,16 persen pada Maret 2025.

Di desa, angkanya menyusut dari 8 persen menjadi 7,48 persen pada periode yang sama.

Baca Juga:BMKG Ingatkan Kaltim: Kemarau Basah Bisa Picu Karhutla dan Krisis Air

"Dibandingkan dengan September 2024, maka jumlah penduduk miskin Kaltim pada Maret 2025 di perkotaan turun sebanyak 6.100 orang, dari 118.190 orang pada September 2024 menjadi 112.040 orang pada Maret 2025," kata Yusniar.

"Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin di wilayah perdesaan menurun sebanyak 6.100 orang, yakni dari 93.690 orang pada September 2024 menjadi 87.630 orang pada Maret 2025," tambahnya.

Penduduk dikategorikan miskin jika pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan.

Untuk Maret 2025, garis kemiskinan di Kaltim tercatat sebesar Rp 866.193 per orang per bulan.

Dari jumlah tersebut, sekitar 70,61 persen berasal dari kebutuhan makanan, dan sisanya 29,39 persen dari kebutuhan non-makanan.

"Pada Maret 2025, rata-rata rumah tangga miskin di Kaltim memiliki 5,24 orang anggota rumah tangga, sehingga besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah senilai Rp 4.538.851 per rumah tangga per bulan," jelas Yusniar.

Tak Lagi Seremonial, DPRD Kaltim Dorong Penanganan Stunting Berbasis Data

Isu stunting kini mendapat perhatian khusus dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.

DPRD menegaskan bahwa penanganan stunting harus menjadi indikator utama keberhasilan pembangunan manusia dan tidak boleh lagi hanya menjadi slogan dalam dokumen perencanaan.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) RPJMD, Syarifatul Sya’diah, menekankan perlunya transformasi pendekatan dalam menangani stunting.

Menurutnya, persoalan ini bersifat multidimensi dan tidak bisa ditangani dengan solusi instan atau pendekatan yang bersifat seremonial.

Hal itu dia sampaikan saat dirinya berada di Samarinda, Selasa, 29 Juli 2025. 

“Masalah stunting bukan sekadar soal makanan tambahan. Ini persoalan struktural yang menyangkut sanitasi, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi keluarga. Butuh solusi jangka panjang, kolaboratif, dan berbasis data,” ujarnya, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Kamis, 31 Juli 2025.

Syarifatul juga menegaskan bahwa DPRD akan memprioritaskan program yang memiliki tolok ukur keberhasilan yang konkret dan terverifikasi.

Evaluasi berbasis data menjadi landasan utama untuk menentukan apakah program layak dilanjutkan atau dihentikan.

“DPRD ingin semua program berbasis bukti. Evaluasi efektivitas sangat penting. Kalau hanya sekadar kegiatan tanpa hasil, lebih baik dihentikan,” tegasnya.

Dalam proses penyusunan RPJMD, Pansus juga mendorong penguatan sistem pendampingan, terutama melalui kader desa, puskesmas, dan tim pendamping keluarga.

DPRD menilai, percepatan penurunan stunting hanya bisa dicapai jika ada sinergi kuat lintas sektor—termasuk melibatkan sekolah, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan.

“Stunting harus menjadi indikator utama keberhasilan pembangunan manusia di Kaltim. Ini soal masa depan generasi,” imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini