SuaraKaltim.id - Suku Dayak Tunjung yang berada di Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki beragam budaya yang masih dilestarikan hingga kini.
Salah satu budaya tersebut adalah upacara adat Ngerangka'u. Ngerangka'u sendiri merupakan upacara adat kematian yang masih sangat disakralkan oleh masyarakat Dayak Tunjung.
Bagi mereka, upacara adat ngerangka'u ini menjadi cara penghormatan kekeluargaan suku mereka untuk memberikan kenyamanan kepada arwah yang meninggal dunia untuk berada di sisi Sang Pencipta.
Biasanya, upacara adat ngerangka'u ini diadakan pada hari ke-40 setelah kematiannya. Kemudian upacara ini diadakan di rumah duka yang dihadiri oleh banyak sanak keluarga.
Baca Juga:Pembangunan IKN Bawa Manfaat bagi Masyarakat Adat Dayak, Kata MADN
Dalam upacara ini, ditampilkan tarian adat dengan pakaian adat lengkap. Ngerangka'u diartikan juga sebagai tarian roh-roh yang sudah meninggal untuk menyambut kedatangan tamu baru.
Masyarakat Dayak Tunjung percaya, saat dilakukaan tarian ngerangka'u, roh-roh di Gunung Lumut (tempat para roh berkumpul di sisi Tuhan) bersukaria dan berpesta menerima tamu orang-orang yang meninggal.
Dalam tarian ngerangka'u, para penari tidak terikat pada ketentuan-ketentuan tertentu karena siapa aja yang berminat untuk menari boleh ikut menari.
Biasanya, tarian ditampilkan oleh para laki-laki dan perempuan secara bergantian, laki-laki terdiri dari para penyentangih, pihak keluarga serta para tamu.
Kemudian penari perempuan terdiri dari pihak keluarga dan para tamu yang datang tanpa ada penyentangih atau pawang perempuan.
Baca Juga:Menelisik Unsur Budaya Islam dalam Kegiatan Festival Adat Erau
Pada zaman dahulu, para penari laki-laki menggunakan kostum dari kulit kayu jombok baju tak berlengan saja saat menari ngerangka'u.
Kemudian di bagian kepala dikenakan perlengkapan yang disebut Lankng biyokng -ikat kepala yang dibuat dari rotan yang dianyam dihiasi dengan kulit kayu dan bagian depan menyerupai tanduk kerbau.
Sementara penari-penari perempuan mengenakan baju putih dan tapeh putih yang terbuat dari kulit kayu. Di bagian kepala, perlengkapannya sama dengan yang dipakai oleh orang laki-laki.
Tetapi seiring berjalannya waktu semua penari baik laki-laki maupun perempuan mengenakan kostum terbuat dari kain.
Salah satu jenis tarian yang dapat ditampilkan baik laki-laki maupun perempuan adalah tarian dengan gerakan meloncat sambil mengepak meneriakkan "hea" "hea" secara bersama-sama.
Tarian ini dilakukan sebanyak tujuh kali putaran dari ujung ke ujung lamin. Kesemua tarian ini dilakukan pada setiap malam sampai upacara selesai.
Kontributor: Maliana