Merawat Kearifan Lokal lewat Festival yang Menyentuh Hati

Selama dua hari, komunitas budaya, lingkungan, dan pendidikan melebur dalam berbagai aktivitas kreatif dan diskusi.

Denada S Putri
Minggu, 20 Juli 2025 | 23:02 WIB
Merawat Kearifan Lokal lewat Festival yang Menyentuh Hati
Helo East Festival 2025 di Atrium City Centrum Mall Samarinda pada Kamis, 17 Juli 2025. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

SuaraKaltim.id - Helo East Festival 2025 yang berlangsung pada 17–18 Juli di Atrium City Centrum Mall Samarinda menghadirkan wajah baru kolaborasi komunitas di Kalimantan Timur (Kaltim).

Diselenggarakan atas inisiatif Helo Kaltim, Puan Lestari, dan Hetifah Scholarship Association (HSA), festival ini tak hanya disokong oleh Komisi X DPR RI dan Kementerian Kebudayaan RI, tetapi juga digerakkan oleh semangat kolektif warga lintas bidang.

Selama dua hari, komunitas budaya, lingkungan, dan pendidikan melebur dalam berbagai aktivitas kreatif dan diskusi, yang menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam menjaga identitas lokal.

“Festival ini bukan cuma soal hiburan, tapi bagaimana kita bisa saling terkoneksi, memahami budaya dan alam kita lewat karya serta diskusi lintas sektor,” ujar Hanna Pertiwi, Founder Puan Lestari dan penanggung jawab acara, Kamis, 17 Juli 2025.

Baca Juga:4 Pilihan Sepatu Running Lokal Murah, Nyaman Dilengkapi Teknologi Terkini

Hari pertama dibuka dengan lokakarya kreatif membuat string paper bertema lokal yang dipandu ilustrator Hadi Wardoyo.

Peserta diajak merangkai gantungan kunci bermotif khas Kalimantan Timur—mulai dari pesut Mahakam hingga anggrek hitam—sembari menyerap nilai-nilai filosofis di baliknya.

“Selama ini kita sering lihat motif batik di pakaian, tapi kita belum tentu tahu filosofi di baliknya. Di sini kita belajar warna mana yang digunakan, apa artinya, dan bagaimana cara merangkainya,” jelas Hanna.

Diskusi keberlanjutan budaya dilanjutkan oleh Anas Mahfur dari komunitas AEMTOBE, yang mengajak publik mengenali motif batik sebagai warisan yang hidup, bukan sekadar ornamen.

Di hari kedua, Community Talks menjadi titik temu antaraktivis muda dari berbagai komunitas di Samarinda. Tujuannya: menyinergikan aksi lintas kelompok untuk memperkuat gerakan sosial berbasis nilai lokal.

Baca Juga:PPU Curi Ilmu dari Yogya, Siapkan Masyarakat Lokal Sambut Peran Sentral di IKN

“Kita ingin tahu, peran aku di komunitasku seperti apa? Kamu di komunitasmu seperti apa? Kalau digabung, bisa jadi gerakan yang lebih besar,” ujar Hanna.

Forum berlanjut ke dua sesi talk show. Sesi pertama menyorot peran pemerintah dan kebijakan dalam pelestarian lingkungan dan budaya, menghadirkan tokoh-tokoh seperti Amira Kaca (PhD Oxford), aktivis konservasi Suryani Ino, dan akademisi EKRAF Kaltim, Erwianto.

Sesi kedua menggali praktik lapangan komunitas lingkungan, mulai dari gerakan World Cleanup Day Kaltim yang dipimpin Fatur Rahman Subianto, hingga proyek pendidikan ekologis dari Borneo Venture yang melibatkan pemuda terjun langsung ke hutan dan komunitas adat.

“Mereka enggak cuma jalan-jalan ke hutan, tapi membaur dengan warga, belajar menari, mengenal tanaman hutan, hingga memahami cara menjaga alam tanpa merusaknya,” kata Hanna.

Penutupan festival dipenuhi nuansa emosional melalui penampilan musik tradisional sape oleh Rio Satrio dan puisi lingkungan dari Radika dan Zahra.

“Karya mereka menyuarakan harapan agar ini bukan sekadar seremoni, tapi awal dari gerakan yang lebih solid dan berkelanjutan,” tambah Hanna.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini