Mengenal Naik Dango, Upacara Adat Khas Masyarakat Dayak Kanayatn

Salah satu upacara adat yang paling terkenal dari suku ini adalah upacara adat Naik Dango,

Bella
Kamis, 11 Januari 2024 | 16:30 WIB
Mengenal Naik Dango, Upacara Adat Khas Masyarakat Dayak Kanayatn
Ilustrasi suku Dayak. [Ist]

SuaraKaltim.id - Suku Dayak Kanayatn merupakan salah satu dari ratusan sub suku Dayak yang berada di Kalimantan.

Masyarakat Suku Dayak Kanayatn umumnya mendiami daerah Kabupaten Landak, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kubu Raya, Serta Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

Menurut data dalam Badan Pusat Statistik (BPS) RI pada tahun 2000, jumlah masyarakat Dayak Kanayatn sekira 292.390 jiwa.

Umumnya masyarakat Suku Dayak Kanayatn beragama Kristen Protestan, Katolik serta Kaharingan.

Baca Juga:BMKG Ingatkan Pengusaha Tambak di Pesisir Kalimantan Timur Waspada Pasang Laut Tinggi

Sama seperti suku dayak lainnya, masyarakat Suku Dayak Kanayatn juga memiliki upacara adat yang biasanya diadakan oleh mereka.

Salah satu upacara adat yang paling terkenal dari suku ini adalah upacara adat Naik Dango.

Dikutip dari lama Kemdikbud, Naik Dango sendiri merupakan warisan nenek moyang masyarakat Dayak.

Upacara adat Naik Dango merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan yang disebut Jubata oleh mereka.

Adapun yang melatar belakangi upacara Naik Dango adalah adanya tradisi leluhur Dayak Kanayatn yang sebagian besar bekerja sebagai petani padi.

Baca Juga:Sejarah dan Asal Usul Nama Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura

Bagi masyarakat Suku Dayak Kanayatn yang berprofesi sebagai petani, padi sangat disayangi dan dihormati.

Dalam istilah local, mereka menganggap bahwa padi harus ditimang sebagaimana layaknya orang tua kepada bayi.

Secara turun temurun, mereka sudah menganggap bahwa padi juga memiliki nyawa selayaknya manusia.

Wujud dari penghormatan kepada padi ini dapat disaksikan dengan acara nimang padi dalam upacara adat Naik Dango.

Dalam upacara itu, dilakukan sebuah upacara khusus yang bernama niduratn padi dengan maksud agar padi yang dianggap sebagai orang tua.

Padi sendiri diibaratkan sebagai orang tua yang dapat berisrirahat dengan tenang dan tidur dengan nyenyak di dalam dango.

Padi yang disimpan didalam dango itu tidak boleh diambil secara sembarangan sebelum diadakan upacara adat.

Oleh karena itu untuk memenuhi keperluan makan sehari-hari sebelum tiba saatnya upacara adat naik dango, tidak semua padi harus disimpan didalam dango. Harus ada sedikit yang dipersiapkan untuk dimakan yang disebut padi soangan.

Padi soangan itu merupakan persiapan padi untuk dimakan sehari-hari sebelum sampai waktunya naik dango.

Sebagai upacara adat yang dilaksanakan setiap tahun setelah usai panen, upacara adat naik dango biasanya disertai pula dengan upacara-upacara adat lainnya yang dapat disimpulkan sebagai cara syukuran kepada Jubata.

Kontributor: Maliana

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak