SuaraKaltim.id - Kelompok Tani Busang Dengen di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tengah memperjuangkan hak mereka atas lahan seluas 560 hektare yang telah mereka kelola selama bertahun-tahun.
Lahan yang menjadi sumber penghidupan bagi 83 anggota kelompok tani ini diduga dialihkan secara sepihak oleh Koperasi Dema Sinar Mentari kepada perusahaan tambang PT. Sembada Wangi Pertiwi (SWP) dan PT. Hamparan Mandiri Perkasa (HPM) tanpa persetujuan mereka.
Berdasarkan dokumen kepemilikan, termasuk peta lokasi, surat SPPT Nomor: 100/62/REK-CMT/01 tertanggal 29 Januari 2008, serta akta pendirian kelompok tani tertanggal 12 Januari 2012, lahan tersebut merupakan hak sah Kelompok Tani Busang Dengen.
Namun, alih-alih diakui sebagai pemilik sah, Ketua Kelompok Tani, Kemasi Liu, justru menghadapi tuntutan hukum. Hal itu disampaikan Kemasi Liu dalam konferensi pers di Samarinda, Rabu (12/02/2025) kemarin.
Baca Juga:Pekebun Rakyat Kaltim Tetap Sejahtera, NTP Tertinggi Meski Sedikit Turun
"Jadi saya tahu, saya tidak memiliki apa-apa dalam hal ini sementara lawan yang saya lawan ini adalah orang-orang yang memiliki duit besar sehingga lahannya ini kita aja tahu sudah ratusan miliyar. Bagaimana saya, seorang petani, memperjuangkan pertanian anggota yang tidak memiliki uang? Kan ini tentu yang saya tekankan di sini supaya penegak hukum dalam memutuskan suatu perkara itu seadil-adilnya, jangan berdasarkan kepentingan," ungkap Kemasi, dikutip dari keterangan yang diperoleh melalui aplikasi pesan instan, Minggu (16/02/2025).
Kasus ini semakin rumit dengan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh mantan Kepala Desa Long Pejeng, Matius Bilung, yang menghibahkan lahan tersebut kepada Koperasi Dema Sinar Mentari. Kepala Desa Long Pejeng saat ini, Krispensius, menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan.
"Kalau menurut pribadi tentu tidak dibenarkan, apalagi kalau kita ambil konteksnya milik pemerintah desa secara prinsip. Secara pribadi ini tidak boleh dilakukan kecuali kalau memang untuk kepentingan umum. Tetapi kalau untuk kepentingan kelompok, kalau itu aset, tidak boleh dilakukan penghibahan," tegas Krispensius.
Senada dengan itu, Kepala Desa Long Lees, Leonardo, menekankan bahwa lahan sawit tersebut adalah hak sah Kelompok Tani Busang Dengen.
"Setelah saya tahu masalah ini, harapan ke depan supaya masalah ini dituntaskan dan tidak berlarut-larut. Saya berharap masyarakat saya tidak mengalami perpecahan. Pihak berwajib harus menangani masalah ini dengan serius sesuai dengan prosedur yang berlaku. Setahu saya, lahan itu adalah milik Kelompok Tani Busang Dengen, bukan milik koperasi," ujar Leonardo.
Baca Juga:Banjir Melanda Kutim, Bupati Ardiansyah: Fokus pada Dampak, Bukan Status Darurat
Temuan lebih lanjut menunjukkan bahwa SPPT yang digunakan koperasi sebagai dasar hibah lahan hanya berupa fotokopi, sehingga validitasnya dipertanyakan. Inspektorat Sangatta, Kabupaten Kutim, juga mengungkap adanya dugaan pelanggaran hukum dalam penerbitan surat hibah lahan oleh mantan kepala desa, yang bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut kehidupan 83 petani yang bergantung pada lahan tersebut. Perjuangan mereka mencerminkan tantangan besar yang dihadapi masyarakat kecil dalam mempertahankan hak atas tanah di tengah ketimpangan kekuasaan dan potensi penyalahgunaan wewenang.