Soal Tambang di IKN, Bahlil: Bukan Domain Kami, itu Aparat

Dalam operasinya, pelaku membeli batubara dari lokasi ilegal, mengemasnya dalam karung, lalu memasukkan ke dalam kontainer.

Denada S Putri
Minggu, 20 Juli 2025 | 20:40 WIB
Soal Tambang di IKN, Bahlil: Bukan Domain Kami, itu Aparat
Bahlil Lahadalia. [WartaEkonomi.co.id]

SuaraKaltim.id - Kasus tambang batubara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Soeharto yang berada dalam wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menjadi sorotan nasional.

Kerugian negara yang ditimbulkan ditaksir mencapai Rp 5,7 triliun.

Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa urusan tambang ilegal sepenuhnya berada di bawah kewenangan aparat penegak hukum.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan, kementeriannya hanya memiliki kewenangan terhadap aktivitas pertambangan yang telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP).

Baca Juga:IKN Belum Siap Gelar HUT RI, Mimpi Pindah Ibu Kota Masih Jauh?

Sementara praktik tambang ilegal sepenuhnya menjadi domain Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Hal itu disampaikan Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat, 18 Juli 2025.

"Kalau tidak ada izinnya kan bukan merupakan domain kami, itu aparat penegak hukum," ujar Bahlil disadur dari WartaEkonomi.co.id--Jaringan Suara.com, Minggu, 20 Juli 2025.

Pengungkapan aktivitas tambang ilegal di wilayah penyangga IKN itu dilakukan Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.

Direktur Tindak Pidana Tertentu, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, membeberkan bahwa kegiatan ilegal tersebut telah berlangsung sejak 2016.

Baca Juga:Sinergi Kreatif: PPU dan DIY Satukan Kekuatan Ekraf Menuju IKN

"Jadi total sementara, estimasi sementara, sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp 5,7 triliun," ujar Nunung dalam konferensi pers, Kamis, 18 Juli 2025.

Rincian kerugian mencakup potensi pendapatan dari batubara yang hilang sebesar Rp 3,5 triliun, serta kerusakan kawasan hutan seluas lebih dari 4.200 hektare yang ditaksir senilai Rp 2,2 triliun.

Nunung menyebut pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat terkait aktivitas penambangan di kawasan tanpa izin.

Dalam operasinya, pelaku membeli batubara dari lokasi ilegal, mengemasnya dalam karung, lalu memasukkan ke dalam kontainer.

Proses pengiriman dilakukan melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Menariknya, batu bara tersebut dikirim menggunakan dokumen sah milik perusahaan berizin, seolah-olah berasal dari tambang resmi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini