Salah satu strategi kunci sekolah ini adalah penerapan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dalam durasi lebih panjang dari biasanya: antara tiga minggu hingga tiga bulan.
Pendekatan ini diposisikan sebagai tahap penguatan psikososial sebelum masuk ke fase akademik.
“Pertanyaannya, mengapa MPLS waktunya sangat panjang? Karena ini adalah masa persiapan. Bagaimanapun, nanti kita akan bicara juga soal bagaimana pembelajarannya. Jadi di tiga bulan ini memang kita fokus persiapan dulu,” terang Hasyim.
Kebutuhan harian siswa selama masa pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. SR 24 memberikan makan tiga kali sehari, makanan ringan dua kali sepekan, serta delapan setel seragam gratis.
Baca Juga:Koperasi Sekolah Diaudit, Pemkot Rancang Aturan Baru Harga Perlengkapan Siswa
Ini menjadi bentuk konkret jaminan negara untuk memberi ruang tumbuh yang setara bagi siswa-siswa yang selama ini hidup dalam keterbatasan.
Di sisi lain, sistem pendampingan intensif menjadi tulang punggung sekolah ini.
Setiap 10 siswa mendapat bimbingan dari satu wali asuh yang bukan sekadar pengawas, melainkan figur pengganti orang tua.
Semua wali asuh dikoordinasi langsung oleh wali asrama untuk menjaga kesinambungan pola asuh.
“Oleh karena itu, setelah mereka masuk, kami perlu melakukan tes untuk memetakan kemampuan dasar, kondisi kesehatan, hingga minat dan bakat mereka,” ucap Hasyim.
Baca Juga:Seragam Terlalu Mahal? Ini Langkah Disdikbud Samarinda Kendalikan Harga
Dengan pemetaan awal itu, sekolah mampu merancang intervensi yang bersifat personal—baik dalam aspek akademik maupun karakter.
Inilah yang membedakan SR 24: bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi juga ruang pemulihan dan pemberdayaan.
Fokus utama dari semua pendekatan ini ialah menyasar akar kemiskinan struktural.
Lewat pola hidup berasrama dan sistem pendidikan terintegrasi, SR 24 bertekad memutus siklus kemiskinan antargenerasi melalui akses pendidikan yang bermutu dan bermartabat.